struktur perpolitikan mesir era hosni mubarak

Abstrak:
Tidak banyak orang mengenal Mubarak ketika dia menjabat wakil presiden sebelum pembunuhan atas Presiden Anwar Sadat tahun 1981. Ketika dia menggantikan Anwar Sadat sebagai presiden, tidak banyak juga orang yang mengira dia bisa bertahan dalam jabatan itu selama lebih dari tiga dasawarsa. Husni Mubarak memerintah dengan gaya mirip militer. Sejak pertama kali menjabat presiden sampai sekarang, Mubarak masih memberlakukan undang-undang darurat. Pemerintah memiliki wewenang besar untuk menahan siapapun dan membatasi kebebasan-kebebasan mendasar. Demokrasi pada masa kekuasaan Hosni Mubarak tidak mendapat tempat. Masyarakat Mesir tidak ada yang berani menyampaikan perbedaan pendapat. Diskusi mulai dilakukan di jejaring sosial, termasuk diskusi untuk membuat gerakan tanggal 25 Januari lalu, yang menjadi awal gerakan turun ke jalan menyerukan agar Mubarak turun. Di laman jejaring sosial, mereka tak lagi merasa takut menyuarakan pendapat, termasuk menyusun gerakan.










PEMBAHASAN
Mesir merupakan suatu negara yang berada di daerah Afrika bagian timur laut yang berbatasan langsung dengan Libya. Mesir menganut Sistem Pemerintahan Republik sejak 18 Juni 1953 dengan seorang presiden sebagai kepala negara yang digulingkan beberapa waktu lalu yaitu Mohammed Hosni Mubarak dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan yang saat ini dijabat oleh Essam Sharaf. Dalam sistem perpolitikan tidak terlepas dari peran masyarakat dan rakyat sebagai check and balance agar terwujud good government. Kekuasaan di Mesir diatur dengan sistem semipresidensial multipartai. Secara teoritis, kekuasaan eksekutif dibagi antara presiden dan perdana menteri namun dalam prakteknya kekuasaan terpusat pada presiden, yang selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandidat tunggal. Mesir juga mengadakan pemilu parlemen multipartai. Seperti layaknya pemerintahan pada umumnya yaitu kepala negara dibantu oleh para menteri-menteri untuk membantu tugas presiden dalam melayani dan mengabdi kepada rakyat. Mubarak ditunjuk sebagai wakil presiden setelah pangkatnya naik di jajaran Angkatan Udara Mesir. Kemudian, ia menjadi presiden untuk menggantikan presiden Anwar Al Sadat yang terbunuh pada 6 Oktober 1981 oleh kelompok Islam “radikal”. Ia merupakan Presiden Mesir kelima untuk masa jabatan lebih dari 30 tahun sejak menjabat pada tahun 1981. Sebagai Presiden Mesir, ia dianggap sebagai pemimpin yang paling berkuasa di wilayahnya1.
Muhammad Husni Sayid Mubarak dilahirkan tahun 1928 di desa kecil di provinsi Menofya dekat Kairo2. Saat masih belajar di perguruan tinggi, ia bergabung dengan Akademi Militer Mesir hingga meraih gelar Bachelor’s Degree dalam Pengetahuan Militer pada tahun 1949. Pada tahun 1950, ia bergabung dengan Akademi Angkatan Udara dan kembali meraih gelar Bachelor’s Degree untuk Pengetahuan Aviation serta Ia mengajar di Akademi Angkatan Udara pada periode 1952-1959. Pada tahun 1964, ia diangkat sebagai Kepala Delegasi Militer Mesir untuk USSR. Di bawah Konstitusi Mesir 1971, Presiden Mubarak memiliki kuasa yang luas atas Mesir. Bahkan, dia dianggap banyak orang sebagai seorang diktator, meskipun moderat. Ia dikenal karena posisinya yang netral dalam Konflik Israel-Palestina dan sering terlibat dalam negosiasi antar kedua pihak. Bagi kalangan Islamis baik yang moderat maupun yang radikal, Mubarak tidak lebih merupakan sosok yang mirip dengan Anwar Saddat yang tewas terbunuh. Meski dinilai cukup moderat, namun banyak kebijakan-kebijakan era pemerintahannya justru menekan Islam yang merupakan dasar negara resmi Mesir.
Mulai dari melanjutkan kebijakan pendahulunya yang bermesra-mesraan dengan zionis Israel, membuat tembok penghalang di perbatasan Mesir, tidak mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam melawan Israel, hingga penangkapan dan pembunuhan terhadap para aktivis Islam khususnya musuh abadinya, Ikhwanul Muslimin. salafi dari gerakan ansharus sunnah Muhammadiyah, harus tewas mengalami siksaan polisinya Mubarak hanya karena sang dai dituduh terlibat dalam pengeboman malam tahun baru.
Meski gerakan Salafi Mesir bisa dikatakan non politis bahkan sempat dikabarkan salah seorang ulama mereka mewajibkan “bai’at” terhadap kepemimpinan Mubarak hingga mengeluarkan fatwa hukuman mati terhadap orang yang berani menentang Mubarak, dan ini menimpa tokoh oposisi Elbaradei yang menyerukan unjuk rasa massal menentang rezim Mubarak. Namun bagi Mubarak hal tersebut tidak berlaku. Saking kejamnya polisi Mesir dan intelijennya, mahasiswa Al-Azhar di Kairo sampai takut untuk menuliskan nama mereka atau organisasi mereka jika menulis artikel tentang “Mesir” di situs eramuslim. Mungkin mereka lebih tahu bagaimana perilaku aparat keamanan Mesir, hal ini terbukti dengan kasus penyiksaan beberapa mahasiswa Indonesia yang ada di Kairo oleh polisi Mesir. Penangkapan para mahasiswa tersebut salah satu alasannya, karena salah seorang mahasiswa menempel poster Hamas dan Syaikh Ahmad Yassin di kamar mereka.
Bagi kalangan Jihadis, sosok Mubarak tidak lebih merupakan seorang “thaghut” yang harus disingkirkan sebagaimana yang menimpa pendahulunya Anwar Saddat. Mubarak meski secara zhahir seorang muslim, namun bagi kalangan Jihadis, Mubarak telah murtad dari Islam dengan banyaknya alasan kemurtadan yang menimpa dirinya.

Mengcopy paste sikap presidennya, pejabat-pejabat pemerintahan Mubarak pun tidak jauh bedanya dengan Mubarak sendiri yang “anti Islam”. Menteri pendidikan Mesir, Faruk Husni berkali-kali menghina syariat Islam khususnya Jilbab. Muslimah yang bercadar juga dilarang mengikuti ujian di kampus-kampus Mesir3.
Pada tanggal 7 September 2005 yang lalu, Mesir menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung dengan sistem multikandidat untuk pertama kalinya. Setelah sebelumnya, pemilihan presiden berasal dari calon tunggal dan melalui referendum. Tentu saja, kandidat terkuat tetap dipegang oleh presiden Mesir yang lalu, Hosni Mubarak dari Partai Nasional Demokrasi. Meskipun ada dua kandidat lain dari kelompok oposisi yang cukup dikenal, yaitu Noaman Gomaa dari Partai Wafd dan Ayman Nour dari Partai Ghad tidak akan memberikan perlawanan yang cukup berarti. Pada tanggal 9 September 2005 Ketua Pemilu Mesir mengumumkan hasil akhir penghitungan suara yang menunjukkan kemenangan mutlak Hosni Mubarak dengan jumlah 6.316.786 suara (88,6%) dari 7.305.063 suara yang masuk, Ayman Nour memperoleh 540.405 suara (7,6%), dan Noaman Gomaa memperoleh 208.891 suara (2,9%)4.
Tuduhan-tuduhan kecurangan pun dilayangkan dalam pemilu kali ini, terutama kepada kubu Hosni Mubarak. Para pemantau lokal dan partai-partai oposisi melaporkan terjadi penekanan-penekanan dan intimidasi dari Partai Demokrasi Nasional di seluruh TPS-TPS di Mesir. Selain itu, Partai Nasional Demokrat yang merupakan partai dari Hosni Mubarak, juga menjanjikan makanan dan uang kepada warga miskin jika mencoblos Hosni Mubarak. Dalam pemilu kali ini pun Mesir menolak mengizinkan pengamat internasional memantau pemilihan ini dan baru mengizinkan para pemantau lokal masuk TPS dua jam sebelum pemilihan dimulai5. Dari hal diatas jelas terlihat bahwa terdapat kejanggalan-kejanggalan yang cenderung menunjukkan kepada kecurangan.

Pada awal dari karier panjang Mubarak sebagai penguasa Mesir. Pada awal 2000-an, Mubarak mulai mewacanakan rencana untuk mundur dan menunjuk sang anak, Gamal Mubarak, sebagai sang suksesor. Penolakan pun langsung muncul dari seantero Mesir, seperti yang terjadi di Kefaya tahun 20056. Namun, aksi ini hanya dianggap angin lalu oleh mantan panglima Angkatan Udara Mesir ini. Di tahun yang sama, Parlemen Mesir yang mayoritas dihuni pendukung Mubarak, merevisi aturan pemilu presiden yang memungkinkan terjadinya kontestasi dalam menduduki tampuk kekuasaan Mesir.
Tapi, ratifikasi aturan ini hanya dianggap kamuflase oleh kalangan oposisi. Ini dikarenakan ketatnya syarat pencalonan presiden yang dapat mengakibatkan terganjalnya calon dari oposisi, pemilu demi pemilu digelar tapi Mubarak tetap jadi pemenangnya. Partai Nasional Demokratik (NDP) yang menjadi pendukung utamanya selalu mengendalikan parlemen, kemenangan mayoritas NDP ini mencuatkan kecurigaan kalangan oposisi adanya kecurangan yang dilakukan pemerintah. Pascapemilu 2010, gerakan massa oposisi mulai mendengungkan ide perubahan, gerakan bawah tanah yang berlangsung di sejumlah universitas dan komunitas masyarakat ini, mencapai puncaknya pada Januari 2011 di Lapangan Tahrir. Akhirnya, setelah sekitar dua juta demonstran di Lapangan Tahrir mengancam akan menjatuhkan presiden secara paksa, Hosni Mubarak akhirnya memilih mundur sendiri.
Sehingga Pada akhir Januari 2011 rakyat Mesir menuntut Presiden yang sekarang Berkuasa Hosni Mubarak untuk meletakan jabatannya. Hingga 18 hari aksi demonstrasi besar-besaran menuntut Presiden Hosni Mubarak mundur, akhirnya pada tanggal 11 Februari 2011 Hosni Mubarak resmi mengundurkan diri. Pengunduran diri Hosni Mubarak ini disambut baik oleh rakyatnya, dan disambut baik oleh dunia Internasional7.



Pada intinya sama dengan Indonesia yaitu ada kepala negara, namun di Mesir juga ada perdana menteri tapi kebijakan lebih banyak dilakukan oleh kepala negara ketimbang perdana menteri, yang memiliki kekuasaan penuh adalah presiden. Pemilihan presiden yang baru saja di laksanakan adalah bentuk dari demokrasi yang sudah diterapkan di Mesir setelah pemimpin otoriter yang penuh dengan kejahatan-kejahatan politik terhadap lawan politiknya seperti penculikan, pencengkraman, ketidak bebasan dan lain lain. Hal ini sebagai pemicu marahnya rakyat Mesir, belum lagi masalah ekonomi yang melanda Mesir dalam waktu yang lama dalam kepemimpinan Hosni Mubarak yang dalam kepemimpinanya ternyata tidak mampu menyelesaikan hal yang bersifat sederhana seperti kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Perubahan sosial, politik dan ekonomi di Mesir begitu cepat. perubahan yang signifikan ini bisa dilihat dari cara pandang masyarakat Mesir secara umum terbagi menjadi dua bagian. Pertama, dari segi kesadaran berpolitik rakyat Mesir yang saat ini mulai tergugah kembali. Kedua, corak sosial masyakat mulai terjadi perubahan. Hal ini sebuah pengaruh dari terjadinya revolusi 25 Januari yang lalu. Tidak hanya pada masalah sistem negara, perbincangan masyakat juga mengarah pada faktor ekonomi, 80,4 % yakin bahwa ekonomi Mesir akan membaik. Sebaliknya, 6,3 % menyatakan, sektor perekonomian dalam aliran pendapatan dan pengeluaran di Mesir akan memburuk. Selebihnya, 13,3 % memprediksikan ekonomi Mesir akan stagnan8.










KESIMPULAN
kesimpulan yang di ambil bahwa Muhammad Husni Sayid Mubarak selama ia berkuasa, masyarakat Mesir sudah banyak mengalami perubahan, baik dalam segi militer dan juga ekonomi, tapi disisi lain banyak juga masyarakat yang tidak begitu puas dengan kepemimpinan Mubarak, karena membatasi hak-hak mereka. Oleh karena itu, kasus yang terjadi di Mesir,  kudeta yang dilakukan oleh rezim militer terhadap Hosni Mubarak, sebab di dalam rezim otoriter pergantian pimpinan pada rezim ini lebih mungkin terjadi melalui kudeta. Salah satu kesalahan Hosni Mubarak, yaitu hanya membangun dan memperkuat militer untuk mempertahankan kekuasaannya, tanpa kemudian membangun sistem partai (development party system).


[1] Mahasiswa UMM Hubungan Internasional
4 Mubarak Terpilih Kembali Sebagai Presiden Mesir, “Kompas”, 11 September 2005
5 Pemantau Pemilu Mesir Laporkan Adanya Intimidasi Partai Berkuasa, 8 September 2005
(Diakses 4 Desdmber 2011); dikutip dari: www.kapanlagi.com
6 Riza Sihbudi, dkk, Profil Negara-Negara Timur Tengah, Pustaka Jaya, Jakarta, 1995, hal. 30

Comments

Popular posts from this blog

microcosmic theories of violent conflict

Pengalaman pertama KTA

10 dosa wanita dalam mengelola keuangan