whether the election promising change

whether the election promising change
                Hari kedua kongres diisi dengan diskusi. Sebelum dimulai, Chalid Muhammad, membuka acara dan berharap peserta diskusi mampu mengidentifikasi dan menganalisis situasi HAM di masing-masing sektor. Para peserta akan dibagi menjadi empat kelompok. Yaitu, kelompok agraria, SDA dan perburuhan difasilitatori Siti Maimunah. Kelompok penuntasan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dipandu Papang Hidayat. Kelompok pelayanan publik dan hak-hak pelayanan sosial difasilitatori Asfinawati. Kelompok peran politik perempuan karena di dalam proses politik perempuan selalu menjadi korban pelanggaran HAM dikorrdinasi Desti Mudijana.
                Disetujui jika masing-masing kelompok akan membahas beberapa agenda pokok supaya diskusi tidak melenceng dari tujuan. Agenda itu diantaranya adalah :
-          Mampu melakukan analisa terhadap peta politik lokal dikaitkan dengan persoalaan yang dibahas.
-          Aktor-aktor yang paling berpengaruh terhadap persoalan yang dibahas
-          Kebijakan-kebijakan yang menjadi akar penyebab persoalan yang dibahas.
-          Analisis situasi HAM sejak 2004.
-          Analisis kecenderungan ke depan khususnya yang berkaitan dengan krisis global.
-          Analisis pemilu 2009, apakah pemilu menjanjikan perubahan atau tidak.
-          Analisis inisiatif model perjuangan yang akan diambil nanti.
Diskusi kelompok berlangsung selama 3 jam dan dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dalam sesi pleno masing-masing kelompok diskusi akan mempresentasikan hasil diskusi mereka disertai dengan tanggapan dan masukan dari peserta lainnya.

                SEKTOR AGRARIA, SDA, DAN PERBURUHAN
Kelompok I yang difasilitasi Siti Maimunah dimulai dengan perkenalan masing-masing peserta yang dilanjutkan dengan penjelasan soal mekanisme dan subtansi diskusi . dijelaskan bahwa pertemuan ini sengaja diadakan absenya penegakan HAM. Acara ini diharapkan juga dapat memberikan tekanan pada pemerintah.
                Meski begitu, disadari jika pertemuan ini tidak akan menyelesaikan permasalahan secaca langsung. Untuk itu setiap kelompok diminta untuk menganalisis situasi saat ini dan kecenderungan ke depan.
                Untuk memudahkan mencari jawaban, pertanyaan kunci untuk melihat situasi terkini adalah, menemukan masalah yang diharapi, siapa aktor yang dominan, apa saja kebijakan negara yang menjadi pemicu pelanggaran HAM, dan bagaimana pemulihanya?
                Saat ditanya soal situasi terkini yang menghambat pemulihan HAM, beberapa peserta antusias menceritakan pengalamannya. Mereka adalah
                Rasdullah dari UPC mengangkat soal kasus penggusuran kampung miskin. Seingatnya, dimasa Gubernur Fauzi Bowo, ada tiga kali penggusuran. Rencanannya 34 kampung lain juga akan digusur dengan alasan akan dibuat RTH. Pola pikir gubernur adalah orang miskin membuat kotor Jakarta. Orang miskin yang disalahkan ketika kota kotor padahal penghasil sampah terbesar bukan orang miskin tapi orang kaya dan pabrik. UPC juga tak tinggal diam dengan berkeliling ke 47 kampung di Jakarta mencari informasi tentang reputasi caleg. Aktor pelanggar HAM adalah Gubernur dan anggota DPRD Jakarta. Kebijakan yang melanggar peraturan HAM adalah peraturan daerah.
                Ridwqan dari Bogor bercerita tentang tanah masyarakat tempat pemukiman yang diklaim TNI-AU sejak 1986. Korbanya adalah 2000 KK dengan kurang kurang lebih 6000 jiwa. Masyarakat terus melawan dan menolak klaim tanah. Klaim TNI tanah digunakan untuk water training namun kenyataanya dibuat tambang pasir. Kendalanya anggota TNI-AU tidak segan untuk menembak serta memukul. Selain TNI-AU, pengusaha tambang, BPN, dan pengusaha juga menjadi aktor pelanggar HAM. Kebijakan yang digunakan adalah SKAP.
                Ahsan dari bandung mengatakan jika kasus kisruh tanah karena peizinan ilegal di Bandung dihadapi waga dengan solid. Yang terjadi justru masalah perburuan dimana terjadi kriminaslisasi buruh, PHK, dan intimidasi. Nuruh tidak bisa bergerak karena ditambah dengan aliansi antara penguasa dan penegak hukum. Buruh juga mempunyai masalah internal yakni mudah patah semangat dan kepengurusan organisasi yang tidak kuat. Organisasi buruh seharusnya mampu menampung dan menganalisis kasus-kasusnya. Telah melakukan litigasi dan demo. Seharusnya dapat melakukan perbaikan sistem atau UU melalui lobi. Masalah terletak pada UU Tenaga Kerja nomor 13/2003.
                Arif bercerita pada 7-9 Mei 2008 memimpin demo dan mendapat surat PHK karena tidak mengindahkan aturan direksi untuk tidak melakukan mogok kerja. Yang di PHK satu orang, tujuh orang diskorsing, dan 52 diantaranya diperiksa internal. Aktornya direksi angkasa pura, mabes polri, kompolnas dan polda metro.
                Nuzul mengatakan jika permasalahan kontrak dan outsourcing yang dilakukan hanya satu dan dua bulan menjadi momok baginya. Hal ini bertentangan dengan dengan UU namun terus dilakukan dengan banyak alasan misalnya krisis keuangan. Aktornya pengusaha, polisi dan dinas tenaga kerja. Yang mereka lakukan adalah menduduki pabrik. Kebijakan yang mengekang adalah adalah SKB tiga dan empat menteri. Buruh, dengan kesenjangan tingkat pendidikannya, seringkali berhadapan langsung dengan pengusaha. Mereka pernah menduduki perusahaan dan melakukan produksi sendiri.
                Ardi warga Bengkulu berkisah tentang kasus pertambangan pasir yang tidak mereklamasi bekas galian tambang. Mereka juga tidak mengantongi izin masyarakat dan pemerintah pada blok 2 dan 3. Protes dilakukan pada camat, bupati dan perusahaan (PT Pamia), dan Bapedalda. Dampak pada masyarakat adalah abrasi pantai cepat terjadi, angin kencang, dan gelombang pasang karena hutan habis dibabat yang menyebabkan arus lalu lintas terganggu. Pendapatan pencari kerang hilang dan air sumur terasa asin. Telaj melakukan negosiasi dan aksi sebanyak tiga kali.
                Utul S menyampaikan penggunakan pukat harimau yang menghabisi penghasilan nelayan Meda. Celakanya tindakan ini malah dilindungi oleh lantamal dan TNI-AL. Juga muncul jasus penambangan pasir besi untuk landasan pacu Bandara Koalanangu. Dampaknya beting-beting hilang dan jika terjadi tsunami diperkirakan akan langsung mencapai rumah penduduk. Abrasi saat ini sudah tiga meter. Akrtornya Bapedalda, bupati dan gubernur. Sudah berdemo selama 15 kali tapi mengalami kriminalisasi dan penyiksaan. Kasus ini sekaligus menimbulkan kerusakan hutan mangrove.
                Hamzah bercerita jika hal ulayat masyarakat dan mata pencaharian mereka hilang disebabkan Newmont yang menambang emas. Dampaknya dirasakan satu kampung penduduk dengan lebih dari 1000 jiwa. Telah dibuat tim  investigasi, yang tidak melibatkan warga, dan hanya terdiri bupati, pemda, dan sekda. Hasil tim investigasi menyatakan jika warga tidak memiliki hak ulayat. Aktornya polisi dan militer yang melakukan intimidasi pada warga. Juda menteri lingkungan hidup. Warga sudah berdemo sebanyak tiga kali.
                Rosidin dari kalimantan tengah berkisah tentang kasus sawit sejak tahun 2004. Mereka berhadapan dengan perusahaan sawit milik Abdul Rosyid, seorang anggota DPR. 1000 jiwa warga di tiga kampung terkena dampaknya dengan berkutangnya lahan garaoan untuk menanm padi sehingga lapangan pekerjaan juga hilang. Lahan-lahan dan kebun warga diratakan menyebabkan mereka berdalih menjadi pekerja perusahaan. Di wilayah lain, dalam satu kecamatan, bahkan terjadi penggusuran tanah bersertifikat dengan paksa. Dampak susulan adalah banjir dan ikan-ikan di tambak tercemar limbah. Aktornya pemilik perusahaan, Brimob dan Kades.
                Saleh tak kalah lantang menceritakan perusahaan Jambi Sawit Lestari. Lahan yang sudah ditelantarkan sejak 1995 dan diolah*masyarakat tapi kemudian lahan tersebur diambil alih oleh perusahaan tanpa pemberian kompensasi apapun kepada masyarakat. Aktornya perusahaan dan Brimob. Bahkan terjadi adu domba antar masyarakat. Mereka telah berdemo sebanyak dua kali. Peristiwa ini dialami warga di 12 desa di dua kecamatan. Hambatanya adalah UU perkebunan 18.2004 dan UU Pokok Agraria 5/1965.
                M. Nawli dari Jambi mengatakan soal perampasan tanah dengan menggunakan hukum sebagai alat membungkam dan mengkriminalisasi.
                Aisyah lain lagi. Dia bercerita tentang kasus penggusuran paksa dengan aktornya adalah gabungan TNI, polisi, Satpol PP dan dishut. Terjadi pembakaran rumah, penganiayaan, pemukulan, penangkapan, dan pelecehan seksual. Mereka telah melakukan kampanye dan loby ke Dephut dan DPR. Warga bahkan membuat draft dan pemetaan sendiri. Dampaknya masyarakat kehilangan mata pencaharian yang selama ini mereka nikmati.
                Gasan menceritakan soal kasus klaim tanah milik TNI AU di Bojong. Bogor, Jawa Barat, untuk lapangan terbang domestik. Mereka telah berdemo. Rekomendasi dari BPN, Bupati dan DPRD menyatakan lokasi itu adalah tanah adar. Aktornya adalah TNI-AU dan Dephan serta kebijakan yang menghambat mereka adalah SKAP 1950.
                Joko asal Cilacap, Jawa Tengah mengatakan adanya kasus polusi debu batubara PLTU yang berasal dari sisa pembakaran pembangkit listrik. Ada tiga kampung dengan 756 kepala keluarga yang terkena dampaknya dan menyebabkan pertanian berkurang panennya dan nelayan tidak bisa mencari ikan. Mereka telah melakukan demo dan ada negosiasi tapi hanya diberi janji-janji. Warga mengalami ancaman dan intimidasi.
                Lalu bagaimana dengan sektor agraria, SDA dan perburuhan dikaitkan dengan krisis keuangan dan perubahan iklim? Tanggapan yang muncul bervariasi dan tak semuanya menyiratkan pesimisme. Masih ada harapan.
                UPC misalnya telah membuat percontohan dan penataan perumahan miskin daripada hanya sekedar melakukan penggusuran. Konsep itu telah diajukan ke DKI. Juga adanya pembagian peran antara pemda dan masyarakat miskin kota. Harapan bertambah menggumpal dengan kesolidan warga.
                Ridwan yang bersengketa dengan soal tanah dengan TNI AU di Bogor sejak 1986 mengatakan jika kepala BPN telah menginstruksikan reforma agraria. Begitu pula Hamzah yang mengatakan jika sebenarnya ada perubahan karena ada skema raskin dan BLT menyusul sulitnya lahan pangan di daerahnya. Dia berharap pembangunan infrastruktur lebih memenuhi kebutuhan warga. Termasuk air bersih, kesehatan, dan pendidikan.
                Tapi ada juga yang memberi catatan khusus seperti Aisyah yang mengkritisi BLT supaya menjadi proyek padat karya yang berkelanjutan dan tidak membodohi seperti saat ini. Nuzul mengatakan tidak ada harapan kecuali kawan-kawan di Aceh yang mengusung partai lokal memenangkan pemilu. Itupun harus selalu dikawal.
                Namun Akhsan, M. Nawli, dan Andi bersikap pesimis. Andi mengatakan ada kemunduran perburuhan, Nawli penggarisbawahi tentang perubahan kecenderungan di mana saat ini masyarakat dihadapkan lansung dengan perusahaan, dan Andi mengatakan soal pemerintah yang saat ini lebih banyak melindungi pemimpin daerah karena kedekatan personal.
                Khusus soal pertanyaan apakah pemilu 2009 memberi harapan, Aisyah mempertanyakan ukuran dan jaminan meski dia tidak setuju golput karena bagaimana memperjuangkan hak jika tidak menggunakan hak suara yang dimiliki. Untuk itu perlu mengusung calon yang dikenal latar belakangnya.
                M.Nawli tetap pesimis dengan mengatakan supaya tak berhadap pada pemilu 2009 karena sistem politik tidak berubah. Akan lebih kongkrit jika merebut ruang yang ada meski hanya posisi kades sekalipun itu. Untuk itu tetap saja ada harapan.
                Nuzul mengatakan tidak percaya dengan parpol yang ada saat ini dan jika ingin golput maka itu harus dilakukan dengan terorganisir. Akhirnya diskusi panjang hari iru ditutup fasilitator yang meminta lima sukarelawan menyusun poin-poin yang akan dibawa dan dijelaskan dalam pleno.
Seperti itu penulis menyampaikan informasi yang mungkin bisa dijadikan parameter kebijakan pemerintah secara khususnya dan masyarakat umum pada umumnya..

Comments

Popular posts from this blog

microcosmic theories of violent conflict

Pengalaman pertama KTA

10 dosa wanita dalam mengelola keuangan